Senin, 26 September 2016

[SHORT STORY] SADAR?


Buku tebal bersampul cokelat kemerahan  itu membuat otak ku berpikir lebih keras, lagi dan lagi. Memikirkan kebenaran selama 400 tahun di masa lampau. Apa dan bagaimana, mengapa dan benarkah, siapa dan nyatakah?

Sebuah catatan kecil terselip manis di ujung tepinya, bertuliskan “Aku dan 400 tahun yang lalu, ingin melihatnya kembali, nyatakah dia?” Di sudut kanan bawahnya tergores coretan tebal dan tidak teratur dari si peminjamnya terdahulu. Coretan dari tinta merah bercampur biru, yang akhirnya membentuk warna ungu pekat.

Perpustakaan semakin sepi. Sunyi dan damai layak seperti perpustakaan pada umumnya, tidak bising. Raja bintang makin turun dan biasan cahaya jingga di langit mengukir warna indah pada awan. Ku lirik jendela, gerimis masih belum bosan membasahi tanah. Dan pikiranku, masih tenggelam dalam buku itu.

Buku yang menyisakan indeks dan glosarium, serta tiga lembar kosong untuk catatan si pembaca. Namun, setengah lebar halaman kosongnya tertulis rapi dengan tinta merah yang diselingi dengan tinta biru, dan di pertegas lagi dengan tinta emas di setiap ujungnya. Hingga akhirnya, sebuah puisi terbentuk dari rangkaian kata  penuh makna.

Sungguh nekat ia melakukannya. Aku tidak tahu siapa dia. Namun, tulisannya membuat akalku berputar dan naluriku teruji.

“Kau tidak akan pernah tahu jika kau tidak kembali ke masa itu, bukan?” tulisnya sebelum menuliskan judul puisinya. “Aku juga” sambungnya lagi.




KAU PERCAYA?
Mungkin memang begitu
Diajarkan begitu
Tidakkah begitu
Dulu, sangat dulu sekali

Yang kulit putih
Pengukir masa lalu
Melampaui sekutunya
Menjamah kita?

Lalu, mengapa kau izinkan?
Sebodoh itu, kah?
Sejatinya 400 tahun
Kami bukan mainan, bahkan hingga saat ini!

Ku baca puisi itu berulang – ulang, sekali lagi, dan terus sampai aku mengerti maksudnya. Mungkin hingga sampai batas pikir normal ku, mencoba mendalami dan menyelami pesan tersirat yang ia sampaikan. Sangat ambigu. Aku tidak tahu apa yang ia maksudkan.

Aku menutup buku setebal 873 halaman tersebut. Hingga cover depannya terpampang manis di hadapanku.

Menguak Sejarah Indonesia”

Aku terdiam sejenak. Tak sampai semenit, senyumku mulai meradang. Kini aku mengerti maksudnya.


Naluri negeri. Selama 400 tahun, dimulai dari tahun 1500-an, Indonesiaku bukan milikku. Bahkan hingga saat ini, anak bangsanya seperti anak tirinya.

Masa emaskah saat Bung Karno berteriak merdeka di tahun ’45? Jika iya, maka akan butuh 400 tahun lagi sejak kita merdeka untuk generasi emas berikutnya. Tahun 2345.

Aku mengerti maksud puisinya. Ia kecewa dengan kendali dari orang asing. Dia benci orang asing. Dia menginginkan Indonesianya sendiri, tanpa membuang nilai emas luhurnya terdahulu.

Di akhir puisinya, ia tuliskan satu kata penuh makna dengan garis huruf tebal dan goresan yang tegas. “SADAR”


Selasa, 06 September 2016

[FICTION] Natsu no saigo no shu


Hari ini masih sama seperti hari – hari sebelumnya. Aku bangun pagi, sarapan pagi, berbagi tugas dengan sepupu, lalu pergi ke Dapomart untuk jadi kasir ‘sementara’ disana. Sementara? Ya, liburan musim panas tinggal seminggu lagi, dan sialnya Obachan* yang biasa menjadi kasir disini izin cuti seminggu karena Ibunya di Osaka sedang sakit. Disaat seperti  ini, biasanya Pamanku menggantikan Obachan dengan pekerja paruh waktu, namun musim panas yang hampir berakhir ini benar – benar sangat panas, pekerja paruh waktu pun enggan untuk keluar. Paman dengan santainya menunjukku sebagai kasir untuk sementara tanpa memikirkan nasib liburanku yang mengenaskan ini.

“Ayolah, Ojisan*! Liburan musim panas tinggal seminggu lagi dan aku belum punya pengalaman menarik untuk diceritakan pada teman – temanku nanti! Apa aku harus benar – benar menjadi kasir disini?” kataku panjang lebar menolak perintah Paman.

“Oh, Paman lupa! Kau sudah dewasa rupanya. Kau takut tidak punya bahan cerita untuk pacarmu nanti, kan?” Paman malah bercanda.

“Aiss, Paman benar – benar sialan! Pacar apanya? Aku tidak punya pacar!”

“Oh, benarkah? Paman kira kau sudah punya pacar. Hahahaha, sayang sekali!” jawaban Paman makin membuatku kesal. Kenapa orang dewasa selalu menyinggung soal pacaran. Apa bagusnya pacaran itu? Aku benci jika harus membahas hal ini berulang kali.

“Oke, aku akan jadi kasir di toko kecil Paman ini, puas?” kataku ketus.

“Oh, baguslah! Tapi, walau toko ini kecil, cabangnya menyebar kemana – mana, kan? Hehehe” Lagi dan lagi, Paman terus bercanda.

-..-

Ya, itu sedikit cerita mengapa aku menjadi kasir sementara di Dapomart milik Paman.

===

“Anda tidak membutuhkan barang yang lain, Pak?”

“Tidak.” Jawab Pelangganku yang ke-11. Seorang pria kantoran dengan rambut botak.

Setelah kuhitung barang belanjaannya, memberinya struk, Paman botak itu segera pergi, dan dengan lidah malas ku katakan “Silahkan Berbelanja Kembali” sambil menundukan kepalaku. Andai tidak ada kamera CCTV disini, mungkin tidak akan kulakukan hal demikian.

Setelah Paman Botak itu pergi, pelangganku yang ke-12 masuk. Kali ini bukan para Ojisan lagi yang datang, lebih mirip ke irootoko (cowok tampan) bagiku. Dengan kaos putih bergambar wajah Sherlock Holmes, celana jeans pendek selutut, sepatu sport, dan membawa skeatboard di lengan kirinya, benar – benar terlihat keren. Aku tidak berhenti memandangi kaos yang ia kenakan, karena Aku adalah Sherlocked, alias penggemar Sherlock Holmes.

Dia-pelanggan ke-12 ku, berjalan menghampiri lemari pendingin, mengambil coffe moca dalam kemasan UHT, lalu berjalan lagi menuju rak yang dipenuhi tumpukan roti, mengambil salah satu roti yang mungkin menjadi roti kesukaannya, dan berdiri di depanku menunggu belanjaanya ku eksekusi.

“Anda tidak membutuhkan barang yang lain?” kataku pelan berharap dia tidak mendengarnya.

“He? Eng…" dia terdiam sejenak sambil berpikir. "ada plester?” jawabnya sejurus kemudian.

“Oh, ada. Chotto matte kudasai!” Aku mengambil sekotak plester di barisan rak kategori obat – obatan, lalu membawanya ke meja kasir. “Eng,,, maaf! Plesternya tinggal yng bercorak hati kayak gini, masih mau beli?” tanyaku pada pelanggan ke-12 ku.

“Oh, enggak apa! Aku Cuma butuh satu kok.”

“What? Dia Cuma butuh satu? Ini , sih pelit namanya. Masa’ iya Cuma beli satu?” gumamku dalam hati.

“Totalnya ¥220.”

Setelah menyerahkan uang pas, Pelanggan ke-12 ku keluar dari Dapomart dengan plester bercorak hati tertempel di siku kirinya. Apa dia benar – benar PD memakai plester itu? Bercorak hati? Dia lelaki sejati, kan?

Aku mulai berpikir aneh, namun karena kaos Sherlock yang ia kenakan hari ini, membuatku yakin bahwa dia adalah lelaki sejati.

Pelanggan ke-12 ku sudah pergi agak jauh, namun dengan lantang ku teriakan “Silahkan Datang Lagi!” 

Ini hal paling memalukan dalam hidupku, karena ternyata dia mendengarnya dan menolah ke arahku. Sontak au langsung terdiam dan menundukan kepalaku. Entah apa ekspresi apa yang ia pasang setelah mendengar aku mengucapkan kalimat tersebut.

to be continued.....

Senin, 05 September 2016

Clearly Foolish August


Apa yang udah dimulai, susah buat diakhiri. Kalau pun itu dibiarin berenti gitu aja, enggak ada kejelasannya sama sekali. Terus gimana cobak nge-akhirinya kalo yang memulai aja udah enggak peduli? Dibiarin berenti gitu aja? Gantung!

Kita pernah kenal. Kita pernah bicara. Aku bahagia inget masa - masa itu. Terus HIATUS gitu aja. Tau hiatus? Berhenti (bentar). Terus kita? Berhenti bentar? Kapan lanjut?

Tiap hari aku selalu nunggu jam istirahat cuma buat bisa lewat dari depan kelasmu, pake alesannya jajan ke kantin. Bolak - balek turun tangga. Seneng banget kalo ternyata kau lagi sama temen - temenmu, mandangin ke bawah, enggak tahu mandangin apa. Terus aku lewat tepat di belakangmu. Dan enggak terjadi apa - apa, kayak kita enggak pernah saling kenal.

Pulang kantin, naek tangga, dan bahagia kalo kita papasan di tangga. Ya, gitu. DIEM. Aku balek ke kelas, kau turun ke kantin. Gituuuu terus, tiap hari. Sapa aku kek, kayak di novel/drama - drama!

Bingung! Temenan ajaloh. Aku yang sombong atau gimana sih? Aku duluan yang mulai? GELAP!

Tau enggak sih, masa - masa waktu kita satu project. Aku jujur enggak suka sama project ini. Eh, ORANG yang masukin namaku ke project ini ternyata ngajak kau, dan itu AMAZING! Mungkin karena kalian sekelas. Tapi, sejak tahu kalo kau ikut, aku jadi semangat ngerjain projectnya. Dannnnn, 'Orang Sialan' itu (sebut saja dia orang yang ngajak aku dan 'dia' gabung ke project ini) nge-PHP-in kau. So, kau out dari project karena sebenernya anggota project itu cuma 3 orang, dan kau itu bukan pemain utama, jadi kau keluar. Wtf.

Aku tau kau kecewa, sama aku juga. Aku benci semua orang sejak saat itu. Aku enggak tau kenapa aku nangis. Aku benci guru pembimbingnya, aku benci 'Orang Sialan' itu, aku benci mereka yang malah nyemangati aku buat bikin project ini, aku benci semuanya. Dan aku mutusin buat keluar tanpa izin. Aku tau Guru Pembimbingnya jadi bakalan benci samaku dan nilai bahasaku terancam. Boda amat. Padahal, project ini memang bener - bener aku tunggu, karena cocok sama keahlianku dan hobiku, editing. Tapi aku pengen keluar secepatnya. Muak nengok 'Orang Sialan' itu.

Aku ngerasa bersalah sama kau dan pengen minta maaf. Tapi aku enggak bisa ngomong. Bahkan enggak tau gimana caranya ngomong sama kau. Waktu ngerjain project itu, jujur diawal kita belum ngomong langsung, tapi terus ... uda bisa ngomong sedikit ( ngomong buat jelasin rencana project), tapi aku belum berani natap matamu kalo ngomong. Sumpah, grogi! Sebisa mungkin aku easy going, kayak aku sama orang lain.

Memang, orang pertama yang ada di project ini itu cuma 3. Aku, 'Orang Sialan' dan satu lagi, temenku. Kau.... datang di akhir. Dan satu hal yang masih bikin aku penasaran itu....

"Kenapa kau ikut? Apa alesan kau ikut? Biasanya kau cuek sama hal kayak gini. Apa karena project ini bakalan diadain di kotamu dulu sebelum kau pindah kesini? Apa karna kau pengen balek ke kotamu dulu walaupun cuma bentar? Atau karena hal lain? Apa itu aku?"

Eh, tau enggak? Agustus itu bulan baik, ya. Sekaligus juga bulan buruk buatku.

 Agustus 2015, itu Personal Messages mu di BBM. "August" dan itu bulan dimana kau jadian sama dia. Padahal setahun yang lalu, Agustus 2014, hari kita pertama kali SMA dan hari kita kenal lewat chat dan enggak pernah bicara langsung. Bahkan enggak pernah ketemu, padahal satu sekolah.  Terus abis itu, HIATUS Juga.
Dannn.... Agustus 2016 kita ketemu lagi di satu project yang sama. Dan itu juga hari dimana aku denger suaramu dan bicara langsung sama kau. How Lucky I am! Aku selalu berdoa ini bakalan bertahan lama. Dan kita..... bisa temenan kayak orang pada umumnya.

Tapi..... eh, kita HIATUS lagi!!! Sampe saat ini dan detik ini.
Wish you be my friend,rz!
Just friend, no more!

-
-
-
guys curhat (TT)
 

Diary (日記)’s Dapo Template by Ipietoon Cute Blog Design